Jumat, 12 Oktober 2012

KURBAN SAPI UNTUK BERAPA ORANG? : Menurut jumhur ulama diperbolehkan 7 orang atau 7 orang beserta keluarganya berserikat pada seekor unta atau sapi


Menurut jumhur ulama, diperbolehkan 7 orang atau 7 orang beserta keluarganya berserikat pada seekor unta atau sapi. Dalilnya adalah hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:
نَحَرْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْحُدَيْبِيَّةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ
“Kami pernah menyembelih bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu Hudaibiyyah seekor unta untuk 7 orang dan seekor sapi untuk 7 orang.” (HR. Muslim no. 1318, Abu Dawud no. 2809, At-Tirmidzi no. 1507)
Demikianlah ketentuan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang masyhur di kalangan kaum muslimin, dahulu maupun sekarang.
Atas dasar itu, maka apa yang sedang marak di kalangan kaum muslimin masa kini yang mereka istilahkan dengan ‘qurban sekolah’ atau ‘qurban lembaga/yayasan’1 adalah amalan yang salah dan qurban mereka tidak sah. Karena tidak sesuai dengan bimbingan As-Sunnah yang telah dipaparkan di atas. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan tanpa contoh dari kami maka dia tertolak.” (HR. Muslim no. 1718 dari Aisyah radhiyallahu ‘anha

Kamis, 11 Oktober 2012

Assalamualakum,


Cerita Seekor Kambing dan Dua Remaja yang Cantik Hatinya

(dikutip dari tulisan karya Darwis ‘Tere Liye’ dalam rangka menyambut Idul Qurban)
Ada dua kakak-adik perempuan, satu namanya Puteri (usia 13 tahun, SMP), satu lagi namanya Ais (usia 16 tahun, SMA). Mereka tidak beda dengan jutaan remaja lainnya, meski tdk berlebihan, juga ikutan gelombang remaja yg menyukai budaya populer saat ini, seperti lagu2, boyband, film2, dsbgnya. Kabar baiknya, dua anak ini memiliki pemahaman yg baik, berbeda, dan itu akan menjadi bagian penting dalam cerita ini.Suatu hari, guru agama di sekolah Puteri menyuruh murid2nya utk membuat karangan tentang berkurban. Ini jadi muasal cerita, jika murid-murid lain hanya sibuk membaca sejarah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, lantas menulis karangan, Puteri, entah apa pasal, memasukkan cerita hebat itu sungguh2 dalam hatinya. Tercengang. Dia bahkan bertanya pd orang tuanya, di meja makan, apakah keluarga mereka pernah berkurban. Setelah saling tatap sejenak, orang tua mereka menggeleng, tidak pernah. Ayah mereka buruh pabrik, Ibu mereka karyawan honorer, ibarat gentong air, jumlah rezeki yg masuk ke dalam gentong, dengan jumlah yg keluar, kurang lebih sama, jd mana kepikiran untuk berkorban.
Puteri memikirkan fakta itu semalaman, dia menatap kertas karangannya, bahwa keluarga mereka tidak pernah berkorban, padahal dulu, Nabi Ibrahim taat dan patuh mengorbankan anaknya. Bagaimana mungkin? Tidakkah pernah orang tua mereka terpikirkan untuk berkorban sekali saja di keluarga mereka? Puteri mengajak bicara kakaknya Ais. Dan seperti yg saya bilang sebelumnya, dua anak ini spesial, mereka memiliki pemahaman yg baik, bahkan lebih matang dibanding orang2 dewasa. Maka, mereka bersepakat, mereka akan melakukan sesuatu.
Uang jajan Puteri sehari 8.000 perak, dikurangi untuk naik angkot, bersisa 4.000 utk jajan dan keperluan lain. Uang jajan Ais, 10.000 perak, dikurangi untuk naik angkot, bersisa 6.000, juga utk jajan dan keperluan lain. Mereka bersepakat selama enam bulan ke depan hingga hari raya kurban, akan menyisihkan uang jajan mereka. Puteri memberikan 2.000, Ais memberikan 3.000 per hari.
Enam bulan berlalu, mereka berhasil mengumpulkan uang 1,1 juta rupiah. Menakjubkan. Sebenarnya dari uang jajan, mereka hanya berhasil menabung 600.000, mereka juga harus mengorbankan banyak kesenangan lain. Membeli buku bacaan misalnya, seingin apapun mereka memiliki novel2 baru, jatah bulanan utk membeli buku mereka sisihkan, mending pinjam, atau baca gratisan di page/blog, sama saja. Mereka juga memotong besar2an jatah pulsa dari orang tua, itu juga menambah tabungan. Juga uang hadiah ulang tahun dari tante/om/pakde/bude. Alhasil, enam bulan berlalu, dua minggu sebelum hari raya kurban, mereka punya uang 1,1 juta.
Aduh, ternyata, saat mereka mulai nanya2, harga kambing di tempat penjualan2 kambing itu minimal 1,3 juta. Puteri sedih sekali, uang mereka kurang 200rb. Menunduk di depan barisan kambing yg mengembik, dan Mamang penjualnya sibuk melayani orang lain. Tapi kakaknya, Ais, yg tidak kalah semangat, berbisik dia punya ide bagus, menarik tangan adiknya utk pulang. Mereka survei, cari di internet. Tidak semua harga kambing itu 1,3 juta. Di lembaga amil zakat terpercaya, dengan aliansi bersama peternakan besar, harga kambing lebih murah, persis hanya 1.099.000. Dan itu lebih praktis, tdk perlu dipotong di rumah. Dan tentu saja boleh2 saja nyari harga kambing yg lebih murah sepanjang memenuhi syarat kurban. Senang sekali Puteri dan Ais akhirnya membawa uang tabungan mereka ke counter tebar hewan kurban tsb. Uang lembaran ribuan itu menumpuk, lusuh, kusam, tapi tetap saja uang, bahkan aromanya begitu wangi jika kita bisa mencium ketulusan dua kakak-adik tsb.
Mereka berdua tdk pernah bercerita ke orang tua soal kurban itu. Mereka sepakat melupakannya, hanya tertawa setelah pulang, saling berpelukan bahagia. Dua bulan kemudian, saat laporan kurban itu dikirim lembaga amil zakat tersebut ke rumah, Ibunya yang menerima, membukanya–kedua anak mereka lagi main ke rumah tetangga, numpang menonton dvd film, Ibunya berlinang air mata, foto2, tempat berkurban, dan plang nama di leher kambing terpampang jelas, nama Ibunya.
Itu benar, dua kakak-adik itu sengaja menulis nama ibunya. Itu benar, dua kakak-adik itu ingin membahagiakan kedua orang tuanya. Tapi di atas segalanya, dua kakak-adik itu secara kongkret menunjukkan betapa cintanya mereka terhadap agama ini. Mereka bukan memberikan sisa2 utk berkorban, mereka menyisihkannya dengan niat, selama enam bulan.
Itulah kurban pertama dr keluarga mereka. Sesuatu yg terlihat mustahil, bisa diatasi oleh dua remaja yg masih belia sekali. Besok lusa, jika ada tugas mengarang lagi dari gurunya, Puteri tdk akan pernah kesulitan, karena sejak tahun itu, Ibu dan Ayah mereka meletakkan kaleng di dapur, diberi label besar2: ‘Kaleng Kurban’ keluarga mereka.

Kamis, 04 Oktober 2012

Rapatkan Shaff yukk....



Berdoa di Jummah Mubarak..



Cara membuat blog di blogger 

Sebelum memulai, anda diharuskan untuk membuat akun GMAIL. Silahkan lihat Cara membuat email di gmail terlebuh dahulu.

Setelah email jadi, ikuti langkah langkah dibawah ini :


  1. Silahkan kunjungi situs http://www.blogger.com
  2. Setelah halaman pendaftaran terbuka, alihkan perhatian ke sebelah kanan bawah, ubah bahasa ke Indonesia agar lebih mudah difahami.
    pilih bahasa
  3. Silahkan langsung masuk/login dengan menggunakan username/nama pengguna serta password/sandi gmail anda ( akun email anda bisa untuk login ke blogger).

    login gmail

  4. Isilah formulir yang ada :
    1. Nama tampilan : isi dengan nama yang ingin tampil pada profile blog anda.
    2. Jenis Kelamin : pilih sesuai dengan jenis kelamin anda, misal : pria.
    3. Penerimaan Persyaratan : Beri tada ceklis sebagai tanda anda setuju dengan peraturan yangtelah di tetapkan oleh pihak blogger. Saran: sebaiknya anda membaca terlebih dahulu persyaratan yang ada agar anda tahu dan mengerti apa yang boleh dan tidak diperbolehkan ketika menggunakan layanan blogger.
    4. Klik tanda panah bertuliskan “Lanjutkan”.

      lanjutkan membuat blog
  5. Klik tombol “Blog Baru”.

    buat blog baru

  6. Isilah formulir :
    1. Judul : Isi dengan judul blog yang di inginkan, misal : Coretan sang penghayal
    2. Alamat : isi dengan alamat blog yang di inginkan. Ingat! Alamat ini tidak dapat di edit kembali setelah dibuat, apabila anda ingin serius, maka pilihlah nama yang benar-benar anda inginkan.
    3. Template : pilih template (tampilan blog) yang disukai (ini dapat ganti kembali).
    4. Lanjutkan dengan klik tombol “Buat blog!”.

      buat blog

    5. Sampai disini blog anda telah berhasil di buat.
  7. Untuk menghindari spam filter, sebaiknya anda langsung posting sembarang saja. Klik tulisan “Mulai mengeposkan”.

    mulai posting

  8. Isi judul serta artikel. Akhiri dengan klik tombol “Publikasikan”.

    publikasikan

  9. Silahkan lihat blog anda dengan klik tombol “Lihat Blog
  10. Selesai.
Disini blog blogger anda sudah jadi, dan anda sudah bisa mempromosikan blog anda ke teman dan orang yang anda kenal, untuk membangun komunitas online.

Senin, 24 September 2012

Perubahan dalam Guideline AHA 2010 untuk RJP

Bantuan Hidup Dasar (BHD) atau Basic Life Support (BLS) adalah dasar untuk menyelamatkan nyawa pada kejadian henti jantung. Dasar-dasar itu mencakup: (1) Mengenali tanda-tanda henti jantung (Recognition), (2) Memanggil sistem respons gawat darurat (Activation) dan (3) Memulai RJP dan defibrilasi lebih cepat.

Perubahan dalam Guideline AHA 2010 untuk RJP:
  • Algoritma BLS lebih disederhanakan. Protokol “look, listen and feel” (lihat, dengar dan raba) telah dihilangkan karena dianggap tidak konsisten dan menyita waktu. Lebih ditekankan untuk memanggil sistem respons gawat darurat dan memulai kompresi dada lebih dini.
  • Menekankan RJP dengan menggunakan kompresi dada saja (hands-only/compression only CPR) untuk penolong (rescuer) yang tidak terlatih.
  • Memulai kompresi dada sebelum memberikan nafas bantuan (C-A-B dan bukan A-B-C). Kompresi dada dapat dimulai dengan segera. Sedangkan memposisikan kepala, menangkupkan mulut pada nafas mulut ke mulut (mouth-to-mouth breathing) atau mengambil ambu-bag cukup menyita waktu.
  • Kualitas kompresi dada lebih ditingkatkan lagi, dari sebelumnya 1,5 sampai 2 inchi dalamnya menjadi 2 inchi saat ini.
Referensi
Part 1: Executive Summary 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care

CPR ABC to ‘CAB’ New AHA guidlines for resuscitation

American Heart Association (AHA) telah mengeluarkan panduan Resusitasi Jantung paru (RJP) secara periodik sejak tahun 1966 hingga sekarang. Publikasi panduan AHA tahun 2010 ini mengangkat banyak perhatian karena mengeluarkan sebuah perubahan standarisasi algoritma baru terutama untuk BLS yang cukup berbeda dari publikasi tahun 2005 yang telah dipakai secara universal dalam berbagai elemen.
Basic Life Support (BLS)
BLS  adalah pilar dasar pertolongan pertama henti jantung. Aspek penting dalam BLS adalah pengenalan dini terhadap henti jantung dan mengaktivasi sistem respon darurat untuk memanggil bantuan, RJP dini yang berkualitas, penggunaan alat defibrilasi otomatis sesuai dengan indikasi.
Gambar 1. Chain of Survival3
Perubahan yang terlihat adalah pada algoritma Basic Life Support (BLS) umum untuk dewasa dan anak (terkecuali neonatus), yaitu urutan “A-B-C” (Airway, Breathing, Chest compression) yang telah lama digunakan kini berubah menjadi “C-A-B” (Chest compression, Airway, Breathing). Rekomendasi ini berdasarkan studi analisis komprehensif dari literatur mengenai resusitasi yang pernah dipublikasikan. Proses ini berlangsung selama 36 bulan, didalamnya terdapar 356 ahli resusitasi dari 29 negara yang telah menganalisa, mengevaluasi, mendebatkan dan mendiskusikan hal tersebut.
Alasan untuk perubahan tersebut adalah :

•    Henti jantung terjadi sebagian besar pada dewasa. Angka keberhasilan kelangsungan hidup tertinggi dari pasien segala umur yang dilaporkan adalah henti jantung dan ritme Ventricular Fibrilation (VF) atau pulseless Ventrivular Tachycardia (VT). Pada pasien tersebut elemen RJP yang paling penting adalah kompresi dada (chest compression) dan defibrilasi otomatis segera (early defibrillation).
•    Pada langkah A-B-C yang terdahulu kompresi dada seringkali tertunda karena proses  pembukaan jalan nafas (airway) untuk memberikan ventilasi mulut ke mulut atau mengambil alat pemisah atau alat pernafasan lainnya. Dengan mengganti langkah menjadi C-A-B maka kompresi dada akan dilakukan lebih awal dan ventilasi hanya sedikit tertunda satu siklus kompresi dada (30 kali kompresi dada secara ideal dilakukan sekitar 18 detik).
•    Kurang dari 50% orang yang mengalami henti jantung mendapatkan RJP dari orang sekitarnya. Ada banyak kemungkinan penyebab hal ini namun salah satu yang menjadi alasan adalah dalam algoritma A-B-C, pembebasan jalan nafas dan ventilasi mulut ke mulut dalam Airway adalah prosedur yang kebanyakan orang umum temukan paling sulit. Memulai dengan kompresi dada diharapkan dapat menyederhanakan prosedur sehingga semakin banyak korban yang bisa mendapatkan RJP. Untuk orang yang enggan melakukan ventilasi mulut ke mulut setidaknya  dapat melakukan kompresi dada.
AHA 2010 dalam panduannya memberikan 2 jenis algoritma BLS bagi korban dewasa yaitu sederhana untuk penolong non petugas kesehatan dan khusus untuk petugas kesehatan. Berikut algoritma terbaru dan penjelasannya.
Gambar 2. Algoritma BLS sederhana2
Algoritma sederhana ini diperuntukan untuk semua penolong untuk mempelajari, mengingat, dan mempraktekkan.
Pengenalan dini. Jika seorang penolong menemukan korban dewasa yang tidak ada respon (tidak ada pergerakan atau respon terhadap stimulus luar) atau melihat korban tiba-tiba jatuh pingsan, maka penolong harus memastikan keamanan tempat kejadian lalu mengecek respon dengan menepuk bahu korban selagi meneriakkan nama korban. Jika penolong lebih dari satu orang maka langkah-langkah dalam algoritma ini dapat dilakukan bersamaan dan sinergis.

Aktivasi sistem respon darurat. Penolong sebaiknya mengaktivasi sistem respon darurat yang dalam hal ini berarti menghubungi institusi yang mempunyai fasilitas/layanan gawat darurat, hal ini dapat beruba menghubungi rumah sakit, polisi, atau instansi terkait. Penolong non petugas kesehatan harus siap menerima instruksi dan melakukannya.2
Jika melihat korban tidak berespon dan dan tidak bernapas atau hanya sesak terengah-engah maka penolong dapat mengasumsikan bahwa korban mengalami henti jantung.
Pemeriksaan denyut nadi. Riset menunjukkan bahwa terdapat kesulitan dalam pemeriksaan denyut nadi korban baik dilakukan oleh penolong non petugas ksesehatan ataupun petugas kesehatan sehingga dapat membuang waktu yang berharga. Karena hal tersebut maka terdapat dua rekomendasi baru yaitu :
•    Untuk penolong non petugas kesehatan tidak dianjurkan untuk memeriksa denyut nadi korban, penolong sebaiknya berasumsi bahwa korban mengalami henti jantung jika melihat gejala yang disebutkan diatas.
•    Untuk petugas kesehatan, pemeriksaan nadi korban sebaiknya tidak lebih dari 10 detik jika lebih dari waktu tersebut tidak didapatkan denyut nadi yang definitive maka petugas sebaiknya memulai RJP dengan kompresi dada.
Resusitasi Jantung Paru dini. Berbeda dengan panduan BLS AHA 2005, kompresi dada dilakukan terlebih dahulu sebelum adanya dua kali ventilasi awal sehingga membentuk algoritma “C-A-B”. Kompresi dada dilakukan sebanyak satu siklus (30 kompresi, sekitar 18 detik). Untuk mendapatkan  kompresi dada yang efektif dalam algoritma tersebut terdapat dua kata kunci yaitu “push hard, push fast” yang berarti “tekan kuat, tekan cepat” hal ini memudahkan penolong non petugas kesehatan dalam melakukan kompresi seefektif mungkin. Dalam RJP yang efektif, kecepatan kompresi diharapkan mencapai sekitar 100 kompresi/menit dengan kedalaman sekitar 5 cm (2 inchi). Lokasi kompresi dilakukan pada tengah dada pasien.
Setelah kompresi dada dilakukan sebanyak satu siklus dilanjutkan dengan ventilasi mulut ke mulut sebanyak dua kali ventilasi. Hal yang perlu diperhatikan adalah berikan jarak 1 detik antar ventilasi, perhatikan kenaikan dada korban untuk memastikan volume tidal yang masuk adekuat, dan perbandingan kompresi dan ventilasi untuk satu siklus adalah 30 : 2.
Pengunaan alat defibrilasi otomatis. Algoritma diatas menunjukan adanya langkah terpisah untuk mendapatkan alat defibrilasi otomatis. Jika hanya terdapat satu penolong maka sebaiknya setelah mengaktivasi sistem darurat, penolong diharapkan mencari alat defibrilasi otomatis (jika tersedia dan dekat) lalu kembali ke korban untuk melakukan RJP. Jika ada lebih dari satu penolong maka langkah tersebut dilakukan bersamaan.2
Tipe strategi RJP. Terdapat 3 pola strategi RJP yang dapat diterapkan pada penolong sesuai dengan keadaannya.
Pertama, untuk penolong non petugas kesehatan yang tidak terlatih, mereka dapat melakukan strategi “Hands only CPR” (hanya kompresi dada).  Kompresi dada sebaiknya dilakukan hingga petugas kesehatan hadir atau alat defibrilasi otomatis tersedia.
Kedua, untuk penolong non petugas kesehatan yang terlatih, mereka dapat melakukan strategi RJP kompresi dada dan dilanjutkan dengan ventilasi dengan perbandingan 30 : 2. RJP sebaiknya dilakukan hingga petugas kesehatan hadir atau alat defibrilasi otomatis tersedia.
Ketiga, untuk petugas kesehatan, lakukan RJP kompresi dada sebanyak satu siklus yang dilanjutkan dengan ventilasi dengan perbandingan 30 : 2. Lakukan hal tersebut hingga advanced airway tersedia, kemudian lakukan kompresi dada tanpa terputus sebanyak 100 kali/menit dan ventilasi setiap 6-8 detik/kali (8-10 nafas/menit).  Untuk petugas kesehatan penting untuk mengadaptasi urutan langkah sesuai dengan penyebab paling mungkin yang terjadi pada saat itu. Contohnya, jika melihat seseorang yang tiba-tiba jatuh, maka petugas kesehatan dapat berasumsi bahwa korban mengalami fibrilasi ventrikel, setelah petugas kesehatan mengkonfirmasi bahwa korban tidak merespon dan tidak bernapas atau hanya sesak terengah-engah, maka petugas sebaiknya mengaktifasi sistem respon darurat untuk memanggil bantuan, mencari dan menggunakan AED (Automated External Defibrilator), dan melakukan RJP. Namun jika petugas menemukan korban tenggelam atau henti nafas maka petugas sebaiknya melakukan RJP konvensional (A-B-C) sebanyak 5 siklus (sekitar 2 menit) sebelum mengaktivasi sistem respon darurat. Sama halnya dalam bayi baru lahir, penyebab arrestkebanyakan adalah pada sistem pernafasan maka RJP sebaiknya dilakukan dengan siklus A-B-C kecuali terdapat penyebab jantung yang diketahui.
Gambar 3. Algoritma BLS untuk petugas kesehatan
Untuk petugas kesehatan, prinsip dasar langkah-langkah algoritma tetap sama dengan yang sederhana.
Pengenalan dini. Jika melihat seorang yang tiba-tiba jatuh atau tidak responsive maka petugas kesehatan harus mengamankan tempat kejadian dan memeriksa respon korban. Tepukan pada pundak dan teriakkan nama korban sembari melihat apakah korban tidak bernafas atau terengah-engah. Lihat apakah korban merespon dengan jawaban, erangan atau gerakan. Korban yang tidak responsif serta tidak ada nafas atau hanya terengah-engah maka petugas kesehatan dapat mengasumsi bahwa korban mengalami henti jantung.
Aktivasi sistem darurat. Petugas sebaiknya mengaktivasi sistem respon darurat yang dalam hal ini berarti menghubungi institusi yang mempunyai fasilitas/layanan gawat darurat, contohnya menghubungi rumah sakit, polisi, atau instansi terkait.
Hal yang perlu diperhatikan adalah pada AHA 2010 ini ada dua hal yang tidak dianjurkan setelah memeriksa korban tidak responsif yaitu :
•    Memeriksa ada tidaknya nafas pada korban dengan “look, feel, listen”. Sulitnya menilai nafas yang adekuat pada korban merupakan alasan dasar hal tersebut tidak dianjurkan. Nafas yang terengah dapat disalah artikan sebagai nafas yang adekuat oleh professional maupun bukan. Contohnya pada korban dengan sindroma koroner akut sering kali terdapat nafas terengah yang dapat disalah artikan sebagai pernafasan yang adekuat. Maka tidak dianjurkan memeriksa pernafasan dengan “look, feel, listen” dan direkomendasikan untuk menganggap pernafasan terengah sebagai tidak ada pernafasan.
•    Memeriksa denyut nadi pasien. Untuk petugas kesehatan, pemeriksaan nadi korban sebaiknya tidak lebih dari 10 detik jika lebih dari waktu tersebut tidak didapatkan denyut nadi yang definitive maka petugas sebaiknya memulai RJP.
Kedua hal tersebut tidak lagi dianjurkan bertujuan untuk meminimalisir waktu untuk memulai RJP.
Resusitasi Jantung Paru dini. Seperti yang telah disebutkan, mulai RJP dengan algoritma  “C-A-B” . Lakukan kompresi dada sebanyak 30 kompresi (sekitar 18 detik). Kriteria penting untuk mendapatkan kompresi yang berkualitas adalah :
•    Frekuensi kompresi setidaknya 100 kali/menit.
•    Kedalaman kompresi untuk dewasa minimal 2 inchi (5 cm), sedangkan untuk bayi minimal sepertiga dari diameter anterior-posterior dada atau sekitar 1 ½ inchi (4 cm) dan untuk anak sekitar 2 inchi (5 cm).
•    Lokasi kompresi berada pada tengah dada korban (setengah bawah sternum). Petugas berlutut jika korban terbaring di bawah, atau berdiri disamping korban jika korban berada di tempat tidur (bila perlu dengan bantuan ganjalan kaki untuk mencapai tinggi yang diinginkan sehingga dan papan kayu untuk mendapatkan kompresi yang efektif selama tidak memakan waktu).
•    Menunggu recoil dada yang sempurna dalam sela kompresi.
•    Meminimalisir interupsi dalam sela kompresi.
•    Menghindari ventilasi berlebihan.
•    Jika ada 2 orang maka sebaiknya pemberi kompresi dada bergantian setiap 2 menit.
Setelah itu melakukan langkah Airway dan Breathing. Kriteria peting pada Airway dan Breathing adalah :
•    Airway. Korban dengan tidak ada/tidak dicurgai cedera tulang belakang maka bebaskan jalan nafas melalui head tilt– chin lift. Namun jika korban dicurigai cedera tulang belakang maka bebaskan jalan nafas melalui jaw thrust.
•    Breathing. Berikan ventilasi sebanyak 2 kali. Pemberian ventilasi dengan jarak 1 detik diantara ventilasi. Perhatikan kenaikan dada korban untuk memastikan volume tidal yang masuk adekuat.
Untuk pemberian mulut ke mulut langkahnya sebagai berikut :
•    Pastikan hidung korban terpencet rapat
•    Ambil nafas seperti biasa (jangan terelalu dalam)
•    Buat keadaan mulut ke mulut yang serapat mungkin
•    Berikan satu ventilasi tiap satu detik
•    Kembali ke langkah ambil nafas hingga berikan nafas kedua selama satu detik.
Jika tidak memungkinkan untuk memberikan pernafasan melalui mulut korban dapat dilakukan pernafasan mulut ke hidung korban.
Untuk pemberian melalui bag mask pastikan menggunakan bag mask dewasa dengan volume 1-2 L agar dapat memeberikan ventilasi yang memenuhi volume tidal sekitar 600 ml.
Setelah terpasang advance airway maka ventilasi dilakukan dengan frekuensi 6 – 8 detik/ventilasi atau sekitar 8-10 nafas/menit dan kompresi dada dapat dilakukan tanpa interupsi.
Jika pasien mempunyai denyut nadi namun membutuhkan pernapasan bantuan, ventilasi dilakukan dengan kecepatan 5-6 detik/nafas atau sekitar 10-12 nafas/menit dan memeriksa denyut nadi kembali setiap 2 menit.
Untuk satu siklus perbandingan kompresi dan ventilasi adalah 30 : 2, setelah terdapat advance airway kompresi dilakukan terus menerus dengan kecepatan 100 kali/menit dan ventilasi tiap 6-8 detik/kali.
RJP terus dilakukan hingga alat defibrilasi otomatis datang, pasien bangun, atau petugas ahli datang. Bila harus terjadi interupsi, petugas kesehatan sebaiknya tidak memakan lebih dari 10 detik, kecuali untuk pemasangan alat defirbilasi otomatis atau pemasangan advance airway.
Alat defibrilasi otomatis. Penggunaanya sebaiknya segera dilakukan setelah alat tersedia/datang ke tempat kejadian. Pergunakan program/panduan yang telah ada, kenali apakah ritme tersebut dapat diterapi kejut atau tidak, jika iya lakukan terapi kejut sebanyak 1 kali dan lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa ritme kembali. Namun jika ritme tidak dapat diterapi kejut lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa kembali ritme. Lakukan terus langkah tersebut hingga petugas ACLS (Advanced Cardiac Life Support ) datang, atau korban mulai bergerak.
Posisi mantap. Lebih dikenal dengan recovery posisition, dipergunakan pada korban tidak responsive yang memiliki pernafasan dan sirkulasi yang baik. Tidak ada posisi baku yang menjadi standar, namun posisi yang stabil dan hamper lateral menjadi prinsip ditambah menaruh tangan yang berada lebih bawah ke kepala sembari mengarahkan kepala menuju tangan dan menekuk kedua kaki menunjukan banyak manfaat.2
Referensi:
•    John M. Field, Part 1: Executive Summary: 2010 American Heart Association Guidelines forCardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation 2010;122;S640-S656.
•    Robert A. Berg, et al. Part 5: Adult Basic Life Support: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation2010;122;S685-S705.
•    Andrew H. Travers, et al. Part 4: CPR Overview: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation 2010;122;S676-S684

•    Anggaditya Putra, MD.CPR ABC to ‘CAB’ New AHA guidlines for resuscitation.http://www.exomedindonesia.com  /referensi-kedokteran/artikel-ilmiah-kedokteran/jantung-dan-pembuluh-darah-cardiovaskular/2010/11/06/cpr-abc-to-cba-new-aha-guidlines-for-resuscitation/